Sabtu, 06 Agustus 2011

[FF/Oneshot/Horror,Sad/General/Cold Winter]



Aku menatap kota kelahiranku dengan miris. Sudah lama aku tidak pernah datang ke kota ini. Tapi, entah kenapa hari ini aku memutuskan untuk pulang dan merayakan natal disini bersama teman-teman masa kecilku.

Terbersit satu kenangan yang mengerikan di benakku..

=FlashBack On=

-di bawah pohon natal diatas trotoar, 10.00 am-

"Yuri, besok tunggu disini jam empat sore yah! Tenang saja, Jiyong akan kesini untuk bertemu denganmu dan kau bisa menyatakan perasaanmu.", ucapku.

"Tapi, Hyun..."

"Shhh~ sudahlah! Tunggu saja disini, oke?"

"Baiklah."

Aku tersenyum, lalu melambai kearah Yuri."Sampai ketemu sore nanti!"


~~~

-Shinwa Highschool, 04.00 pm-

"Hyuna, aku suka kau. Jadilah pacarku!"

"A... apa? Bukannya kau menyukai Yuri?"

"Tidak, sejak dulu, aku menyukaimu. Aku mendekati Yuri agar bisa dekat denganmu. Kumohon, terimalah aku.", pinta Jiyong, sambil membungkuk.

Perlahan, aku mengangguk."Ne, aku mau..."

"Benarkah? Thank God!"

Jiyong langsung memelukku erat. Saat itulah, terbersit rasa bersalah di hatiku. Aku telah mengkhianati sahabatku sendiri. Ya Tuhan! Aku adalah makhluk yang egois!

~~~

-jalan menuju pohon natal diatas trotoar, 07.00 pm-

Aku berlari menuju pohon natal tempat aku berjanji dengan Yuri. Kulihat Yuri masih bersandar di bawah pohon itu. Ia tersenyum saat melihatku, namun sesuatu di luar dugaan terjadi.

CKITT! BRAKK!! Yuri tertabrak oleh sebuah truk pengangkut barang dan meninggal di tempat. Aku yang syok berat waktu itu tidak bisa melakukan apa-apa.

=FlashBack OFF=

"Hei, kenapa melamun?", tanya Jiyong, sambil merangkulku.

"Ah, tidak. Aku hanya... teringat Yuri.", jawabku. Lalu spontan aku menutup mulutku. Tuhan, jangan sampai Jiyong bertanya soal Yuri.

"Yuri? Biarlah dia tenang disana. Sekarang, kita harus cepat ke pusat kota. Teman-teman sudah menyewakan tempat karaoke untuk reuni kita, sekalian merayakan natal.", ujar Jiyong, lalu menarik tanganku.

***

-Karaoke, 06.00 pm-

"Hei, Hyuna... apa kabar?"

"Baik.", jawabku singkat.

Lalu salah seorang temanku mengeluarkan album kelulusan, ketika SD. Semua bernostalgia melihat wajah lama mereka. Sampai di sebuah foto yang tidak asing denganku...

"Hei, siapa gadis ini? Cantik sekali."

"Kwon Yuri. Nama yang bagus."

Aku tersentak."Yuri?"

"Kau mengenalnya, Hyun?"

Aku hanya tersenyum kecil, tak menggubris pertanyaan itu, lalu meneguk soju yang diberikan oleh Jiyong. Saat aku memandang kearah jendela, terlihat sosok putih dengan rambut panjang, mencakar jendela ruang karaoke itu.

"Hyun... Hyunaaa...", lirih sosok itu.

Aku terpaku sesaat, lalu berteriak keras."Kyaaa~!!!"

"Hyuna?! Ada apa!?", tanya Jiyong panik.

"Oh... Yuri...", lirihku, sambil meremas tanganku. Aku takut sosok putih itu adalah Yuri yang mau membalaskan dendamnya padaku.

"Aku... aku pulang.", ucapku, lalu mengambil tas selempangku dan keluar dari ruangan itu. Saat kulihat koridor tempat karaoke iitu sepi, aku jadi sedikit waswas. Dengan ragu-ragu, aku mengambil langkah cepat keluar dari tempat itu.

***

Setelah beberapa saat berjalan, aku merasa diikuti oleh seseorang. Terdengar bunyi 'sreett...' di belakangku. Sontak aku menoleh dan melihat sosok putih berjalan kearahku sambil memanggil namaku.

Dengan cepat aku berlari menuju telepon umum terdekat. Kutekan nomor telepon yang sudah kuhafal di luar kepalaku. Saat tersambung, dengan segera aku menyerocos minta jemputan, tetapi yang kudengar hanya...

"Hyun... kau telah... sepakaat..."

Aku menoleh keatas telepon umum itu dan melihat sosok putih itu melayang diatasku. Aku berteriak keras karena kaget, saat itulah pundakku di tepuk seseorang.

"Kyaa!!"

"Tenanglah, Hyuna. Kau kenapa? Dari tadi kau terus-terusan histeris.", ucap seseorang di belakangku, yang ternyata adalah Jiyong.

"Jiyong, tolong aku! Sekarang Yuri sedang menghantuiku! Aku mohon, selamatkan aku!", seruku.

"Hei, tenanglah.."

"Aku... aku pernah berjanji pada Yuri untuk mempertemukannya denganmu dan... dan membantunya menyatakan perasaannya padamu... tapi kau lebih dulu menyatakan perasaanmu padaku dan aku menerimanya. Aku benar-benar merasa bersalah. Seharusnya aku tidak menerimamu dan membiarkan Yuri menyatakan perasaan padamu..."

"Hei, aku senang kau menerima perasaanku. Sekarang aku akan menemui Yuri, di tempat dia meninggal.", ujar Jiyong, lalu berjalan kearah pohon natal di pinggir trotoar itu.

"Jiyong!"

Jiyong berdiri di depan pohon natal itu. Ia memandang keatas pohon itu dan menautkan kedua alisnya. Ada sesuatu diatas pohon tersebut. Segera saja dia mengambilnya.

Sebuah bungkusan yang sudah kumal di makan waktu. Di depannya tertulis "For: Hyuna"

Jiyong tersenyum."Mungkin... Yuri tidak menghantuimu untuk memutuskanku, tapi dia menghantuimu karena ini.", ujarnya, lalu memberikan bungkusan itu padaku.

Kubuka bungkusan itu dengan perlahan. Di dalamnya ada sebuah sapu tangan, sebuah surat dengan amplop pink yang sudah mulai memudar dan sebuah kertas berwarna biru. Aku membaca kertas berwarna biru itu.

Dear Hyuna...

Hyuna, sebenarnya kau tak perlu memaksaku untuk menyatakan perasaan kepada Jiyong, karena aku sudah tahu hati Jiyong bukan milikku. Saat Jiyong menitipkan amplop berisi surat cinta yang ditujukan padamu, aku cemburu, jadi aku tak pernah memberikan surat itu padamu.

Tapi, aku sadar kalau perbuatanku salah.
Jiyong memang milikmu, Hyun. Aku merelakannya. Aku kalah sebelum berperang.

Jadi, kukembalikan apa yang seharusnya menjadi milikmu. surat cinta itu, beserta sapu tangan yang sudah lama ingin di berikan Jiyong padamu, tapi aku menahannya. Maaf ya...

salam sayang, Yuri

Aku terisak membaca surat itu. Tak kusangka, Yuri akan berkorban sebesar ini untukku. Aku menengadah keatas dan melihat sosok putih yang tadi perlahan berubah menjadi cantik. Ia tersenyum padaku dan perlahan, tubuhnya memudar, lalu menghilang.

Aku memeluk surat dari Yuri. Surat ini sangat berharga, aku tak akan pernah membuangnya. Terima kasih Yuri, kau sahabatku yang terbaik. Tunggu aku disana ya...

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar